Mungkin kita perlu berkaca pada bagaimana cara negara tetangga kita, Malaysia, dalam mengatasi sempitnya lapangan kerja dengan memotivasi para lulusan sarjana-nya untuk berbisnis dan tidak bergantung semata-mata pada lowongan kerja sebagaimana berita yang saya dapat dari Harian Tribun Pontianak berikut (15/10/10). Tidak hanya sekedar beropini negatif tentang Malaysia apalagi sampai mau 'perang' segala Smile.
Mohammad Farid Abdul Hamid dari International Business Advisor-Assar Senari Holdings SDN BHD Malaysia membagikan kunci sukses membangun perekonomian yang kuat di suatu daerah, di depan ratusan sarjana muda Universitas Muhammadiyah Pontianak (UMP), yang diwisuda di Pontianak Convention Center (PCC) (12/10/2010).
Menurut Farid, pemerintah perlu merangsang sarjana muda untuk tertarik dan berkecimpung di dunia perniagaan atau bisnis.
Bahkan pemerintah juga harus mampu memberikan dukungan penuh kepada calon dan para pelaku usaha mandiri sebagai salah satu di antara kunci kekuatan ekonomi.
"Sebagai contoh di Malaysia, pihak kerajaan menyiapkan skim khusus untuk wisudawan yang ingin berdikari di dunia perniagaan. Ada bantuan sekitar Rp. 150 juta per orang yang disiapkan agar dapat dimanfaatkan sebagai modal memulakan perniagaan atau bisnis. Mengapa demikian? Ini agar kita tidak lagi bergantung untuk bekerja di pemerintahan sebagai pegawai negeri," ungkap Farid kepada Tribun.
Tak hanya itu, lanjut Farid, kerajaan Malaysia juga memberikan konseling bidang bisnis, hingga kemudahan-kemudahan lain dalam menjalankan usahanya, seperti memberikan subsidi sewa gedung usaha atau keringanan pajak.
"Selain dimotivasi untuk berdikari di dunia bisnis lewat bantuan modal awal, mereka juga diberikan pelatihan memulai usaha. Selanjutnya, terus diberikan bantuan dana untuk meningkatkan usahanya. Bahkan ada kemudahan-kemudahan yang diberikan secara khusus oleh pihak kerajaan. Mereka benar-benar diasah dan diasuh", tegasnya.
Berkaca kepada informasi di atas kalau kita menengok kembali lulusan-lulusan sarjana di Indonesia yang kian membludak dari tahun ke tahun, jumlah lapangan kerja yang tidak sebanding untuk menampung jumlah tenaga kerja, ditambah lagi kurikulum belajar dari SD hingga perguruan tinggi yang tidak membentuk mental berwirausaha semakin menambah rumitnya persoalan pengangguran. Memang sudah dimasukkan program kewirausahaan dalam kuliah di perguruan tinggi pada tahun-tahun terakhir ini. Namun sekedar memberi pemahaman teori saja tanpa memberikan modal yang layak, pendampingan, bimbingan, dan memberi kemudahan-kemudahan hingga mereka menjalankan dan mengembangkan usahanya seperti yang dicontohkan oleh pemerintah negara jiran kita tadi, boleh jadi lulusan yang sudah dibekali teori kewirausahaan tersebut akan kembali menjadi sarjana-sarjana bermental 'pencari kerja' saja dan tidak termotivasi menjadi sarjana 'pencipta pekerjaan' karena banyaknya kesulitan yang ditemui pada saat memulai usaha.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar