Jumat, 29 Oktober 2010

Kepercayaan Masyarakat Jawa Terhadap Gunung - 3

Kepercayaan Masyarakat Jawa Terhadap Gunung
Oleh: Dylan Walsh

2.1 Agama di Jawa:

Dalam sejarah pulau Jawa ada tiga zaman pokok mengenai agama yaitu zaman prasejarah sampai abad 8, dimana zaman itu rakyat Jawa tinggal di dalam masyarakat kecil dan kepercayaan animisme. Kepercayan animisme termasuk kepercayan manusia mengenai mahluk halus dan roh leluhur yang mendiami bermacam-macam tempat. Zaman kedua adalah zaman kerajaan Hindu-Budha. Pertama dengan kerajaan Mataram dari abad 8 sampai abad 10 yang terletak di Jawa Tengah, kerajaan Majapahit dari abad 13 sampai abad 16 yang terletak di Jawa Timur. Pada zaman itu kedua kerajaan tersebut masyarakatnya beragama Hindu serta agama Budha. Zaman yang ketiga adalah zaman Islam setelah abad 16 waktu kerajaan Majapahit turun. Kerajaan Islam yang dibentuk masih menyimpan banyak tradisi dari kerajaan Hindu-Budha tetapi memakai agama Islam. Karena tiga zaman agama tersebut, agama di Jawa saat ini berlapiskan tiga, yaitu kepercayaan animisme, agama Hindu-Budha dan agama Islam.

Kebanyakan orang Jawa sekarang beragama Islam dan minoritas beragama lain. Walaupun mayoritas orang beragama Islam, agama Islam yang dilakukan di Jawa punya perbedaan dari agama Islam yang dilakukan di daerah Timur Tengah. Agama Islam di Jawa dicampurkan dengan kepercayaan manusia lain yang asli Jawa, yaitu kepercayaan animisme dan kepercayaan dari kerajaan Hindu-Budha. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Cliford Geertz, masyarakat Islam Jawa bisa dipisahkan ke dalam tiga kelompok, yaitu Santri, Priyayi dan Abangan. Orang Santri digambarkan sebagai orang yang melakukan agama Isalm secara ortodoks dan adalah orang rajin dengan ritual-ritual agamanya.Orang Priyayi digambarkan sebagai orang yang masih punya kepercayaan dari kerajaan Hindu-Budha dan kepercayaan ini dicampurkan sama agama Islam. Orang Abangan digambarkan sebagai orang walaupun masih orang beragama Islam, agamanya dicampurkan sama kepercayaan animisme. Sejak Clifford Geertz menerbitkan buku ‘The Religion of Java’ dia menerima banyak kecaman dari ahli anthropologi yang lain, kalau teori Geertz benar atau tidak bahwa dari pengalaman saya kebanyakan orang di Jawa kalau beragama Islam, Kristen atau yang lain, mereka masih punya kepercayaan asli Jawa. Istilah ‘kejawen’ menyerahkan kepada orang Islam-Jawa yang masih ikut adat asli Jawa yang tidak ada dalam agama Islam secara ortodoks (Hefner, 1989, p.4). Kebanyakan kepercayaan masyarakat Jawa terhadap gunung asli dari kepercayaan animisme dan agama Hindu-Budha.



2.2 Kepercayaan Animisme Asli Jawa:

Asalnya kepercayaan animisme adalah dari zaman prasejarah dan bagian kepercayan ini masih hidup sampai sekarang. Penganut animisme adalah orang yang percaya bahwa tempat-tempat atau obyek punya kepercayaan sendiri, misalnya orang yang percaya dengan mahluk halus, roh leluhur dan hantu yang mendiami macam-macam tempat. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Lucas Triyoga di daerah Gunung Merapi, dia menggolongkan mahluk halus ke dalam tiga jenis, yaitu Roh Leluhur, Dhanhyang dan Lelembut. Peggolongan tersebut adalah seperti yang berikut;



1. Roh Leluhur: Roh Leluhur adalah roh semua orang yang sudah meninggal dunia. Orang percaya bahwa waktu manusia meninggal dunia, jiwanya akan melayang-layang di atas rumahnya selama empat puluh hari. Setelah itu jiwanya akan mendiami sesuatu tempat menurut kepercayaan orangnya. Biasanya orang percaya bahwa roh leluhur bersifat baik dan akan menjaga anak cucunya.



2. Dhanhyang: Dhanhyang adalah mahluk halus yang tertinggi dan biasanya mendiami tempat seperti gunung, sumber mata air, sungai, desa, mata angin atau bukit. Mahluk halus ini bersifat baik dan suka menolong manusia.



3. Lelembut: Lelembut adalah jenisnya mahluk halus terendah. Fungsi mahluk halus ini adalah menggangu, merusak, membuat sakit dan mematikan manusia. Biasanya Lelembut mendiami tempat sepi, hutan, pohon dan batu. Ada banyak jenis Lelembut, yaitu Banaspati, Jin, Wewe, Gendruwoo, Peri, Jrangkong, Wedon, Buta, Thethekan dan Gundhul Pringis (Triyoga, 1991, pp.54-61).



2.3 Kepercayaan Agama Hindu-Budha:

Asalnya agama Hindu dan agama Budha adalah dari negara India dan agama tersebut datang ke pulau Jawa sebelum abad 8. Pada abad 8 kerajaan mataram pertama muncul sampai abad 10, kemudian pada abad 13 sampai abad 16 ada kerajaan Majapahit. Kedua kerajaan tersebut beragama Hindu-Budha. Agamanya adalah gabungan diantara agama Hindu, terutama terhadap dewa Siva, agama Budha dan dicampurkan dengan kepercayaan animisme. Rakyat kerajaan tersebut percaya bahwa rajanya adalah inkarnasi dewa Siva yang menurut kosmologi mereka rajanya berbentuk tengah alam semesta. Kosmologi agama Hindu termasuk lima dewa, empat dewanya menurut mata angin dan Siva sebagai tengah. Dari dewa Siva di tengah ada Iswara ke timur, Brama ke selatan, Mahadewa ke barat dan Visnu ke utara (Hefner, 1989, p.69) (melihat diagram 2.1). Selanjutnya karena dunia manusia berhubungan dengan dunia alam dan gaib, pada waktu kerajaan Hindu-Budha kalau ada bencana seperti letusan gunung berapi, banjir dan sebagainya, bencana itu akan mengkurangkan kekuatan rajanya (Magnis-Suseno, 1997, p.103).

Lingkungan geografis pulau Jawa memang cocok dengan lambang agama Hindu. Dalam agama Hindu ada kepercayaan tentang Gunung Meru, Gunung Meru dianggap sebagai rumah para dewa-dewa Hindu dan sebagai hubungan diantara bumi (manusia) dan Kayangan. Kalau manusia ingin mendengar suara dewa mereka harus semedi di puncak Gunung Meru. Di Jawa sekarang percaya terhadap gunung yang menganggap gunung sebagai tempat didiami oleh dewa-dewa atau mahluk halus. Selanjutnya daerah bergunung-gunung masih dipakai oleh manusia Jawa sebagai tempat semedi untuk mendengar suara gaib.



Diagram 2.1: Kosmologi Agama Hindu

Utara
Dewa Visnu

Barat Timur
Dewa Mahadewa Dewa Siva Dewa Iswara


Selatan
Dewa Brama


Bab III
Daerah Gunung Merapi: Kraton Mahluk Halus


3.1 Pendahuluan Daerah Gunung Merapi:

Untuk orang yang tinggal di Yogyakarta atau di sekeliling lereng Gunung Merapi ditemukan horison di daerah tersebut. Letak Gunung Merapi jauh di atas semua daerah lembah yang digunakan oleh petani untuk menaman padi. Gunungnya melambangkan alat yang dapat memberikan manfaat serta ancaman terhadap rakyat. Gunung Merapi berperan penting dalam kehidupan masyarakat di daerah tersebut baik dalam dunia alam dan juga dalam dunia mistis. Nama Gunung Merapi berasal dari dua kata, yaitu kata ‘meru’ yang bermaksud gunung atau bukit dalam bahasa Sansekerta kata ‘api’ berasal dari bahasa Jawa tetapi sekarang juga dipakai dalam bahasa Indonesia. Selanjutnya, karena Kata ‘meru’ dipakai dalam namaitu makna dari Gunung Merapi adalah rumah untuk dewa-dewa yang dianggap memiliki hubungan di antara bumi (manusia) dan Kayangan, itu menurut kepercayaan dalam agama Hindu tentang Gunung Meru sebagai rumah Dewa-dewa. Maka dari itu Gunung Merapi dianggap keramat oleh rakyat yang tinggal di keliling gunungnya.

Gunung Merapi terletak di Propinsi Jawa Tengah yaitu Kabupaten Magelang, Kabupaten Boyolali, Kabupaten Klaten dan Kabupaten Sleman di Daerah Istimewa Yogyakarta. Puncak Gunung Merapi terletak kira-kira 30 km ke utara dari kota Yogyakarta dan kira-kira 26.5 km dari Magelang. Menurut ‘Atlas Tropische van Nederland (1938) lembar 21, posisi geografi Gunung Merapi adalah 7,32.5º Lintang Selatan dan 110,26.5º Bujur Timur. Pada tahun 1958 sebelum longsor Gunung Merapi punya ketinggian 2911 m di atas permukaan laut menurut Sasongko Triyoga. Namun karena sekarang letusan-letusan sering mengakibatkan Gunung Merapi mencapai ketinggian 2968 m di atas permukaan laut (Direktorat Vulkanologi, Yogyakarta). Gunung Berapi yang lain di daerah tersebut adalah Gunung Merbabu dan Gunung Ungaran ke utara, Gunung Sumbing (3371m) dan Gunung Sundoro ke baratlaut dan Gunung Lawu (3265m) ke timur terletak di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur

Gunung Merapi adalah gunung berapi yang paling muda di daerah ini dan pertama kali terbentuk sekitar 60.000-80.000 tahun yang lalu, selain itu juga Gunung Merapi adalah gunung berapi yang paling aktif di kepulauan Indonesia dan dapat mengancam rakyat berjumlah 70.000 orang yang telah tinggal sekeliling Gunung Merapi. Gunung Merapi berada dekat sekali pada daerah yang memiliki jumlah penduduk yang tinggi, misalnya ada 32 desa lebih dari 500m di atas permukaan laut dengan jumlah penduduk 258.200 jiwa, pada tahun 1997 dan juga ada di sebuah desa sampai 1700m di atas permukaan laut (Direktorat Vulkanologi, Yogyakarta). Ada dua ancaman dari aktivitas Gunung Merapi untuk rakat, yang pertama adalah awan panas (Wedus Gembel) dan yang kedua adalah lahar. Awan Panas ditimbulkan oleh keruntuhan kawahnya atau dari letusan lava pijar, dan biasanya bisa mengalir hingga 6-7 km dari puncak dan kecepatannya bisa mencapai 110 km/jam. Walaupun awan panas memang sangat berbahaya dan banyak desa telah dihancurkan oleh lahar yang terjadi waktu hujan deras yang ditimbulkan dari awan panas yang berpindah dari tempat yang lebih rendah. Misalnya, pada tanggal 18 dan 19 Desember 1930 Gunung Merapi meletus dan awan panas menghancurkan 13 desa dan sebagaian menghancurkan 23 desa, jumlah penduduk yang tewas mencapai 1369 jiwa.

Letusan Gunung Merapi yang pertama terjadi pada tahun 1006 dan ada teori dari R.W. Van Bammelen bahwa letusan itu ditimbulkan adanya perpindahan Kerajaan Mataram Hindu dari Jawa Tengah ke Jawa Timur. Sebelum Candi Borobudur diperbaiki pada tahun 1815 karena tertutup abu dari Gunung Merapi yang letusannya direkam pada tahun 1768 setiap 1-5 tahun sekali Gunung Merapi itu akan meletus. Sepanjang sejarah letusan Gunung Merapi banyak orang menjadi korban dari awan panas atau lahar; pada tahun 1872 semua desa lebih dari 1000 m di atas permukaan laut telah hancurkan, tahun 1930 mengakibatkan korban sebanyak 1369 orang tewas, tahun 1954 korban sebanyak 64 orang tewas, tahun 1961 1 desa telah hancur dan tahun 1994 letusan terjadi hingga terpaksa 6000 orang mengungsi dari desanya dan 68 orang tewas (Direktorat Vulkanologi, Yogyakarta). Baru-baru ini juga ada letusan pada tanggal 14 Januari 1997 dan sebanyak 8000 orang terpaksa mengungsi dari desanya. Dari sejarah letusan Gunung Merapi itu memang jelas bahwa Gunung Merapi adalah gunung yang indah, tetapi juga berbahaya untuk rakyat di daerah Gunung Merapi. Maka kekuatan Gunung Merapi sangat dihormati oleh rakyat dan gunung itu sudah lama memiliki sistim kepercayaan di daerah tersebut.



3.2 Kosmologi Luas Menurut Kraton Yogyakarta:

Sebelum kerajaan Mataram dan sebelum manusia menguasai bumi, bumi telah dikuasai oleh roh-roh halus. Tidak seperti manusia, roh-roh halus itu tidak bisa mati, umurnya panjang dan tidak pernah berubah (Saptoto, 2000). Roh-roh halus itu juga bisa dipanggil mahluk halus dan dunianya akan mirip dunia manusia. Seperti dalam dunia manusai kita punya kerajaan, pemerintahan, pasukan dan rakyat, dunia mahluk halus terdapat organisasi tersendiri dan juga punya kerajaan, pemerintahan, pasukan dan rakyat. Acapkali pula dalam dunia manusia satu negara harus punya hubungan dengan negara yang lain, sama dengan untuk kerajaan dalam dunia mahluk halus biasanya tidak bisa berdiri sendiri, tetapi mempunyai hubungan dengan kerajaan yang lainnya, baik bersifat politik, ekonomis, sosial, kebudayaan maupun militer (Sasongko Triyoga, 1991, p46). Di daerah Yogyakarta ada cerita rakyat atau legenda bernama ‘Kyai Sapujagad’ yang menjelaskan tentang Kerajaan Mataram maupun Kosmologi Kraton Yogyakarta.

Kraton Yogyakarta dibangun pada zaman kerajaan Mataram (legenda ‘Kyai Sapujagad’).
Menurut kosmologi rakyat di Daerah Istimewa Yogyakarta tersebut ada lebih dari satu Kraton. Kraton Yogyakarta adalah hanya bagian dalam sistem kosmologi yang sangat luas di daerah tersebut. Ada Kraton Yogyakarta untuk manusia di tengah, tetapi juga ada kraton untuk mahluk halus ke empat arah, yaitu Kraton Laut Selatan ke selatan dipimpin oleh Mahluk Halus Kanjeng Ratu Kidul , Kraton Gunung Merapi ke utara, Kraton Gunung Lawu ke timur dipimpin oleh Mahluk Halus Kanjeng Sunun Lawu dan ke barat di Wonogiri ada Khayangan, Dlepih yang dipimpin oleh Mahluk Halus Sang Hyang Pramoni. Kalau saya menggambarkan garis dari Gunung Merapi sampai Laut Selatan, garis itu akan ikut Sungai Boyong yang dianggap sebagai jalan raya untuk mahluk halus di antara kedua kraton tersebut. Selanjutnya ke selatan di kaki Gunung Merapi ada bukit kecil bernama Gunung Wutoh yang merupakan pintu gerbang utama Kraton Merapi.



Diagram 3.1: Kosmologi Kraton Yogyakarta:

Utara
Kraton Gunung Merapi
Empu Rama dan Permadi
atau Kyai Merlapa

Pintu Gerbang: Gunung Wutoh
Nyai Gadung Melati


Barat Timur
Khayangan,Dlephi Kraton Mataram Gunung Lawu
Sang Hang Pramoni Yogyakarta Kanjeng Sunan Lawu


Kraton Laut Selatan
Kanjeng Ratu Kidul
Selatan



3.3 Upacara Labuhan:

Upacara Labuhan adalah upacara yang dilakukan oleh Kraton Yogyakarta satu tahun sekali. Upacara tersebut dimulai pada kelahiran Sultan Hamengkubuwono ke-IX yaitu pada tanggal 25 bulan ‘Bakdamulud’. Upacara Labuhan dilakukan di empat tempat yang berbeda, yang menurut legenda ‘Kyai Sapujagad’ dan kosmologi Kraton Yogyakarta. Empat tempat labuhan tersebut adalah Pantai Parangkusumo di Laut Selatan, desa Kinahrejo di Gunung Merapi, di Gunung Lawu dan di Dlepih Khayangan. Dua interpretasi dapat diambil dari kata labuhan, yang pertama dari kata pelabuhan yang berhubungan dengan kosmologi Kraton Yogyakarta dan yang kedua dari kata larung yang artinya membuang sesuatu ke dalam air yaitu sungai atau laut. Sebenarnya upacara labuhan adalah hasil dari perjanjian antara Panembahan Senopati dengan Kanjeng Ratu Kidul. Dalam perjanjian tersebut Kraton Yogyakarta bertanggungjawab untuk memberikan sesaji kepada Mahkluk Halus di empat tempat tersebut dan dalam kembalinya rakyat Kraton Yogyakarta akan dilindungi oleh Mahkluk Halus tersebut.

Untuk Kraton Yogyakarta memberikan sesaji kepada Kraton Mahluk Halus Merapi yaitu pada Kyai Sapujagad yang labuhannya dilakukan di desa Kinahrejo yang letaknya dilereng Gunung Merapi yang dilakukan oleh Sultan Kraton Yogyakarta. Juru kunci Merapi yaitu Pak Marijan serta beberapa pejabat dari Kratonnya. Selama upacara Labuhan Kraton Mahluk Halus Merapi diberi sesaji yaitu sebuah kotak kayu yang isinya berupa pakaian maupun makanan. Pakaian tersebut akan disajikan ke Kyai Sapujagad di Kraton Merapi yaitu pakaian yang berupa pakaian laki-laki semua. Hal ini adalah cocok dengan kepercayaan bahwa Gunung Merapi adalah lambang dari kejantanan. Tanpa berdiskusi tentang hal-hal yang kecil, perlakuan upacara labuhan mempunyai tujuan pokok di belakang sebagaimana yang dijelaskan oleh legenda ‘Sapujagad’ dan kosmologi Kraton Mataram di Yogyakarta.

Legenda ‘Kyai Sapujagad’ adalah legenda yang menggambarkan hubungan antara Kraton Mahluk Halus Gunung Merapi dengan Kraton Mataram dan Kraton Mahluk Halus Laut Selatan. Legenda tersebut berbentuk sebagai cerita rakyat yang diturunkan dari nenek moyang kerajaan Mataram. Saya mendapatkan cerita ini dari beberapa nara sumber, yaitu wawancara dengan Ibu Agustina wakil dari Kraton Yogyakarta dan Juru Kunci Gunung Merapi yaitu Pak Marijan serta beberapa buku. Diantara semua versi legenda itu ada yang kurang jelas tentang siapa yang dipersunting oleh sang raja. Dari perjanjiannya tersebut diungkapkan bahwa Ratu Kidul mau diperistri Panembhan Senopati beserta seluruh Raja-raja penerus Mataram dan juga ada yang banyak variasinya. Versi legenda ‘Sapujagad’ yang paling lengkap dan yang paling jelas adalah versi yang dikatakan oleh ‘Juru Kunci’ Gunung Merapi sejak tahun 1974, Pak Marijan dalam wawancara dengan Dra. Christriyati Ariani pada tahun 1997 ;

“Dikisahkan bahwa pada masa dahulu ketika kerajaan dari Mataram masih diperintah oleh Panembahan Senopati terjadi peperangan dengan India. Kemudian Mataram kalah dan jatuh di Laut Selatan. Dilaut inilah kemudian Panembahan Senopati dipertemukan dengan Ratu Kidul, yang pada akhirnya Ratu ini mau dipersunting oleh sang Raja. Dari perjanjiannya tersebut diungkapkan bahwa Ratu Kidul mau diperistri oleh Panembahan Senopati beserta seluruh Raja-raja penerus Mataram lainnya dan ia bersedia menjaga keselamatan Kerajaan Mataram dari ancaman badai Laut Selatan.

Dalam pertemuan di Pleret, kemudian Panembahan Senopati diberi sebuah endhog jagad (telur dunia) yang tujuannya agar telur tersebut di makan oleh Panembahan Senopati sebagai lambang atau simbol persahabatan mereka. Panembahan Senopati rupanya menerima pemberian tersebut, namun beliau tak langsung memakannya akan tetapi telur tersebut dibawanya pulang. Sesampainya di rumah telur tersebut diberikan kepada Ki Juru Taman, yaitu seorang abdi dalem yang dikenal sangat setia kepada Panembahan Senopati. Mengingat perintah tersebut berasal dari Raja, maka Ki Juru Taman tak kuasa menolaknya atas perintah tersebut dan secara langsung telur tersebut dimakannya. Namun, apa yang terjadi?. Setelah Ki Juru Taman makan telur itu, ternyata Ki Juru Taman tersebut berubah menjadi Raksasa yang badan raganya berubah menjadi Mahluk Halus yang berwujud Raksasa. Akibat dari perubahan tersebut, kemudian Panembahan Senopati menetapkan Ki Juru Taman di Gunung Merapi. Tugasnya adalah menjaga Raja beserta isi Kraton dari amukan Gunung Merapi. Panembahan Senopati berjanji setiap tahunnya akan selalu mengirim kebutuhan kepada Ki Juru Taman yang kemudian dikenal dengan upacara Labuhan. Adapun sesajinya berupa pakaian maupun makanan.” (wawancara dengan Mbah Marijan, 29 November 1997).

Legenda tersebut mengambarkan hubungan Kraton Mataram di Yogyakarta dengan dua tempat lain yaitu Gunung Merapi dan Laut Selatan. Betapapun kosmologi Jawa mempunyai lima kategori yang pada dasarnya bertujuan untuk menjaga keselarasan ataupun kemantapan (Ariani, 2000, p 256), maka kosmologi menurut Kraton Mataram (Yogyakarta) di tengah Kraton Mahluk Halus Merapi, ke utara dengan Kraton Mahluk Halus Laut Selatan, ke selatan yang dijelaskan sebagai Kraton Mahluk Halus di legenda ‘Sapujagad’. Selanjutnya ada dua tempat lain yang dipercayai telah didiami oleh Roh-roh Halus, yaitu Gunung Lawu ke Timur dan ‘Dlepih Khayangan’ di Wonogiri. Kedua tempat tersebut adalah yang berhubungan dengan peristiwa tertentu yang dilakukan oleh Panembahan Senopati dengan Kanjeng Ratu Kidul dan tempat yang dipakai oleh panembahan Senopati untuk bertapa.

Gunung Lawu terletak di Kecamatan Karang Pandan, Kabupaten Karanganyar di Jawa Tengah. Gunung Lawu dipakai untuk bertapa oleh Panembahan Senopati, karena Gunungnya dipercayai telah dihuni oleh dua Roh halus yaitu, Sunan Lawu I dan Sunan Lawu II. Cerita rakyat tentang Gunung Lawu adalah seperti yang berikut ;

“Pada masa pemerintahan Prabu Brawijaya V, Majapahit mengalami kemunduran bahkan pada tahun 1478 di serang oleh Girindrawardana dari Kaling. Karena tentara Majapahit tidak mampu menahan serangan Girindrawardhana maka Prabu Brawijaya V melarikan diri ke Gunung Lawu. Kemudian Prabu Brawijaya V hidup sebagai pertapa di puncak Gunung Lawu dan terkenal dengan Sunan Lawu atau Raden Angkawijaya. Setelah Sunan Lawu meninggal, Rohnya menjadi penguasa Roh Halus di Gunung Lawu.

Ketika Prabu Wijaya V melarikan diri ke Gunung Lawu salah seorang Putranya yang bernama Raden Gugur melarikan diri ke Ponorogo. Tetapi setelah mengetahui ayahnya menyingkir ke Gunung Lawu, Raden Gugur segera menyusulnya. Di Gunung Lawu Raden Gugur juga hidup sebagai pertapa dengan sebutan Sunan Lawu II. Setelah Raden Gugur meninggal Rohnya menjadi penghuni Gunung Lawu, Sunan Lawu II ini dikenalnya juga dengan nama Prabu Anom (Kedaulatan Rakyat, 18 Januari 1985).” (Sumarsih, 1990, pp. 51-52).

Prabu Brawijaya dalam cerita rakyat diatas dianggap sebagai nenekmoyang Raja-raja Kesultanan Yogyakarta dan ini adalah salah satu bagian kosmologi Kraton Yogyakarta.

Tempat terakhir ke Barat adalah Dlepih Kahyangan yang terletak di Kecamatan Tirtamaya, Kabupaten Wonogiri di Jawa Tengah. Pada zaman dahulu Dlepih Khayangan adalah tempat indah yaitu dengan hutan hijau dan sungai Wiraka atau Dlepih. Pada waktu itu tempatnya dipakai sebagai tempat bertapa oleh Panembahan Senopati, Sultan Agung Hanyangkrakusuma dan Pangeran Mangkubumi. (Sumarsih, 1990,p. 52). Tempat yang angker di daerah Dlepih Kahyangan yang paling angker adalah ‘Sela Gilang’ atau ‘Sela Pasalatan’. Tempat tersebut adalah tempat yang dipakai oleh Panembahan Senopati, untuk pertemuan dengan ‘Kanjeng Ratu Kidul’. Empat tempat yang dijelaskan di atas berbentuk tempat pelabuhan untuk kosmologi Keraton Mataram Yogyakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

LANGGANAN ARTIKEL

Enter your email address:

Delivered by FeedBurner

Club Cooee

Ramalan Jodoh

Convert

KONVERT CURRENCY
Amount:
From:
To:
Currency conversion powered by coinmill.com.

adsbanner

Join 4Shared Now!